JURNAL ILMIAH AGRI PEAT FAPERTA UNPAR


Volume 12 Nomor 2 September 2011 == EFEKTIFITAS PEMBERIAN DAN WAKTU == Pandriyani; Lilies S
11 Mei 2012, 8:55 am
Filed under: Penelitian

EFEKTIFITAS PEMBERIAN DAN WAKTU APLIKASI JAMUR ANTAGONIS Trichoderma spp. SEBAGAI PENGENDALI PENYAKIT LAYU FUSARIUM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT

(Effectiveness of Giving and Application Times Fungi Antagonistic Trichoderma spp. For Fusarium Wilt Disease Control on Growth and Yield of Tomato)

Pandriyani, dan Lilies Supriati*

Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya

*E-mail : lilies_supriati@yahoo.com

ABSTRACT

The time and dosage of application Trichoderma spp. on peat soil to suppress fusarium wilt disease and the effect on growth and yield of tomatoes have been conducted since September to December 2010. Complete Randomized Design (CRD) method with two-factor factorial treatment was using with the first factor; dosage were Trichoderma spp. (T) consists of 4 treatments i.e. without Trichoderma spp. (T0); Trichoderma spp. 5 g/plant (T1); Trichoderma spp 10      g/plant (T2) and 15 g/plant (T3). The second factor; Trichoderma spp application consists of three treatment i.e. the time of planting (W0), 1 week before planting (W1) and 2 weeks before planting (W2). Application of Trichoderma spp. with a dose of 5 g, 10 g and 15 g/plant was able to suppressed the intensity of disease on tomato plants to 0% (no attacks), while those not given the Trichoderma spp (T0). the intensity of the disease reached 66.67%. All doses of Trichoderma spp have the same effectiveness that is 100%. Application of Trichoderma spp one week before planting is an effective time due to an effect increases in plant height and weight of fresh fruit.

Keywords:  Tomato, Trichoderma spp.,dosage, times application, Fusarium wilt disease.

ABSTRAK

Penelitian dosis dan waktu aplikasi jamur  Trichoderma spp. pada tanah gambut untuk menekan serangan penyakit layu fusarium serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan serta hasil tomat telah dilakukan sejak bulan September sampai Desember 2010. Metode menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama; dosis jamur Trichoderma spp. (T) terdiri dari 4 taraf yaitu: tanpa Trichoderma spp (T0) ; Trichoderma spp 5 g/tanaman (T1) ; Trichoderma spp 10 g/tanaman (T2) dan 15 g/tanaman (T3).  Faktor kedua; waktu aplikasi jamur  Trichoderma spp terdiri dari 3 taraf yaitu : saat tanam (W0) ; 1 minggu sebelum tanam (W1) dan 2 minggu sebelum tanam (W2).  Pemberian Trichoderma spp. dengan dosis 5 g, 10 g, dan 15 g/tanaman mampu menekan intensitas serangan penyakit layu fusarium pada tanaman tomat sampai 0% (tidak ada serangan), sedangkan yang tidak diberi Trichoderma spp. intensitas serangan penyakit mencapai 66,67 %.  Semua dosis Trichoderma spp mempunyai keefektifan yang sama yaitu 100 %.  Aplikasi Trichoderma spp satu minggu sebelum tanam merupakan waktu yang efektif karena berpengaruh meningkatkan tinggi tanaman dan bobot buah segar.

Kata Kunci : Tomat, dosis, waktu aplikasi, Trichoderma spp., penyakit layu fusarium.

 PENDAHULUAN

Dalam usaha peningkatan produksi tanaman tomat petani sering mendapat kesulitan, disebabkan tanaman sering mendapat serangan patogen, antara lain  serangan penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici. Serangan penyakit ini dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar dan menyebabkan penurunan hasil tanaman mencapai 30 – 50% karena tanaman menjadi layu dan tidak dapat berproduksi (Suastika, 2010). Pengendalian yang ramah lingkungan dapat dilakukan untuk menekan serangan Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici dengan  menggunakan agensia hayati Trichoderma spp. (Kurbaini dkk., 2009). Saat ini belum diketahui dosis dan waktu aplikasi jamur antogonis Trichoderma spp. yang efektif untuk mengendalikan penyakit layu fusarium sehingga pertumbuhan dan hasil tomat menjadi lebih baik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh interaksi antara dosis dan waktu aplikasi jamur  Trichoderma spp. yang efektif untuk menekan serangan  jamur layu fusarium serta pengaruhnya terhadap  pertumbuhan dan hasil tomat.

 METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan sejak bulan September sampai dengan bulan Desember 2010 di rumah kaca kebun percobaan Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya. Bahan yang digunakan: tanah gambut pedalaman yang diambil dari Kelurahan Kalampangan, pupuk kotoran sapi, dolomit, pupuk NPK, beras, jagung, benih tomat varietas Permata, dan media PDA. Alat yang digunakan: ayakan tanah, cangkul, ember, meteran, kamera, hand sprayer, peralatan laboratorium dan alat pendukung lainnya.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2 (dua) faktor perlakuan. Faktor pertama: perlakuan dosis jamur antagonis Trichoderma spp terdiri dari 4 taraf yaitu: dosis 0 g per tanaman, dosis 5 g per tanaman, dosis 10 g per tanaman dan dosis 15 g per tanaman.  Faktor kedua: perlakuan waktu aplikasi jamur antogonis Trichoderma spp terdiri dari 3 taraf yaitu : saat tanam, 1 minggu sebelum tanam, dan 2 minggu sebelum tanam.  Variabel yang diamati adalah intensitas serangan penyakit, tinggi tanaman, dan bobot segar buah saat panen.

 HASIL DAN PEMBAHASAN

Intensitas Serangan Penyakit

Semua perlakuan yang diberi Trichoderma spp.  dengan dosis 5 g, 10 g, dan 15 g per tanaman, dapat menekan penyakit layu Fusarium sampai 66,67% dimana sejak umur 2 mst sampai 4 mst tidak menimbulkan gejala penyakit (Tabel 1).

Perbedaan yang nyata terhadap intensitas serangan penyakit layu Fusarium antara tanaman tomat yang tidak diberi (kontrol) dengan yang diberi Trichoderma spp menunjukkan bahwa telah terjadi mekanisme antagonis yang dimiliki Trichoderma spp. yaitu berupa kompetisi, mikoparasit dan antibiosis.  Menurut Elfina dkk., (2001), bahwa mekanisme antagonis yang dimiliki Trichoderma spp. dapat berupa kompetisi, mikoparasitisme dan antibiosis.  Mekanisme mikoparasitisme merupakan mekanisme yang paling berperan karena Trichoderma spp. menghasilkan enzim litik, terutama kitinase dan ß 1-3 glukanase yang dapat mengakibatkan lisisnya dinding sel jamur patogen Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici. Sastrahidayat (1992), menambahkan bahwa Trichoderma bertindak sebagai mikoparasit bagi cendawan lain dengan tumbuh mengelilingi miselium patogen dan menghasilkan enzim dari dinding miselia atau disebut dengan senyawa antibiosis yang dapat menghambat bahkan membunuh pathogen.

Pada aplikasi Trichoderma spp antara  dosis 5 g, 10 g dan 15 g tidak terdapat  pengaruh yang nyata terhadap intensitas serangan penyakit layu kecuali terhadap kontrol.  Dalam hal ini semua perlakuan dosis Trichoderma spp. mempunyai kemampuan yang sama dapat menghambat intensitas serangan penyakit layu fusarium pada tanaman tomat, berarti pemanfaatan Trichoderma spp. pada dosis 5 g dapat dikatakan sudah efisien.  Pernyataan ini didukung oleh Sukamto (2003) menyatakan penggunaan Trichoderma harzianum 200 g L-1 dan 300 g L-1mempunyai keefektifan yang sama menekan intensitas serangan penyakit busuk buah kakao sebesar 66,59% dan 64,10% dengan kriteria baik.

Tabel 1.    Rata-rata intensitas serangan (IS) penyakit layu Fusarium pada tanaman tomat (%) umur 2, 3, dan 4 mst

Umur

Trichoderma spp. (T)

Waktu Aplikasi (W)

Rata-rata

W0

W1

W2

2 mst

T0

T1

T2

T3

12,00

0,00

0,00

0,00

2,22

0,00

0,00

0,00

3,56

0,00

0,00

0,00

5,93 b

0,00 a

0,00 a

0,00 a

Rata-rata

3,00

0,56

0,89

BNJ 5%

T = 5,35

3 mst

T0

T1

T2

T3

80,00

0,00

0,00

0,00

2,22

0,00

0,00

0,00

3,56

0,00

0,00

0,00

43,89 b

0,00 a

0,00 a

0,00 a

Rata-rata

20,00

0,56

0,89

BNJ 5%

T = 22,29

4 mst

T0

T1

T2

T3

100,00

0,00

0,00

0,00

33,33

0,00

0,00

0,00

66,67

0,00

0,00

0,00

66,67 b

0,00 a

0,00 a

0,00 a

Rata-rata

25,00

83,33

0,89

BNJ 5%

T = 27,29

Keterangan :        –  Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada setiap umur yang sama, tidak berbeda nyata menurut uji BNJ 5 %.

–   Data dianalisis dalam bentuk transformasi Arc Sin

Sedangkan waktu aplikasi Trichoderma spp. pada 1 minggu dan 2 minggu sebelum tanam tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan penyakit layu fusarium.  Namun bila dilihat data intensitas serangan penyakit pada Tabel 1, aplikasi Trichoderma spp.pada saat tanam menunjukkan intensitas serangan lebih tinggi disbanding waktu aplikasi 1 dan 2 minggu sebelum tanam.  Kenyataan ini mengindikasi bahwa aplikasi Trichoderma spp.sebelum tanam lebih baik dibanding aplikasi pada saat tanam, karena aplikasi sebelum dapat memberikan kesempatan bagi jamur Trichoderma spp berkembang dan menekan pertumbuhan jamur pathogen pada media tanam.  Hal ini didukung oleh Lidia, dkk. (2005) bahwa aplikasi jamur Trichoderma sp dan Gliocladium sp.pada 7 dan 14 hst mempunyai keefektifan yang sama menekan intensitas serangan penyakit layu fusarium pada bibit taman cabe dengan nilai efektifitas 97,33%-100% hingga pengamatan 28 hst.

Tinggi Tanaman Tomat

Pemberian Trichoderma spp. pada semua dosis (5, 10 dan 15 g/tanaman) menunjukkan rata-rata tinggi tanaman yang lebih tinggi yaitu masing-masing 51,10 cm; 53,68 cm dan  53,71 cm (4 mst) dan berbeda nyata dibandingkan tanpa pemberian (kontrol) dengan rata-rata tinggi tanaman lebih rendah yaitu 21,56 cm.  Sedangkan pengaruh waktu aplikasi Trichoderma spp. pada umur 3 mst, diketahui perlakuan waktu aplikasi 1 minggu sebelum tanam (W1) menunjukkan waktu yang lebih baik dan berbeda nyata terhadap waktu aplikasi Trichoderma spp. pada saat tanam (W0), tetapi W1 tidak berbeda nyata terhadap waktu aplikasi 2 minggu sebelum tanam (W2).

Perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman terjadi pada pengamatan umur 3 mst terutama pada perlakuan waktu aplikasi 1 minggu sebelum tanam (W1), sedangkan pengamatan pada minggu ke 4 sudah tidak terjadi perbedaan yang nyata.  Pada fenomena ini pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk kandang kotoran sapi yang merupakan pupuk dingin, artinya perombakan oleh jasad-jasad renik berlangsung perlahan-lahan, sehingga zat makanan yang dilepaskan berangsur-angsur dengan lambat (Soemarno, 1981).  Hal ini dapat terlihat pada pengamatan 3 mst tinggi tanaman memperlihatkan perbedaan yang nyata dibanding tanpa pemberian Trichoderma sp.  Sedangkan pada umur 4 mst sudah tidak terjadi perbedaan tinggi tanaman pada semua perlakuan, hal ini disebabkan pada umur tersebut tanaman tomat mulai memasuki fase vegetatif lambat sehingga tidak terjadi perbedaan yang nyata

Pemberian Trichoderma spp. mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat yang lebih baik dibandingkan dengan yang tidak diberi. Hal ini dapat terjadi karena selain mampu menekan pertumbuhan patogen F. oxysporum f.sp. lycopersici di rhizosfer perakaran tanaman tomat, Trichoderma spp. juga mampu membantu menguraikan bahan organik dari tanah gambut  yang masam menjadi hara yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhannya.

Pada pertumbuhan tanaman khususnya fase vegetatif seperti pertumbuhan tinggi tanaman,  tersedianya unsur nitrogen (N) sangat dominan diperlukan.  Hal ini sesuai pernyataan Lingga dan Marsono (2001), bahwa unsur nitrogen (N) sangat penting untuk pertumbuhan vegetatif tanaman  karena dapat merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang, cabang dan daun.  Menurut Hindersah dan Simarmata (2004), ketersediaan unsur nitrogen adalah penting pada saat pertumbuhan tanaman, karena nitrogen berperan dalam seluruh proses biokimia di tanaman.

Tinggi Tanaman Tomat

Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa perlakuan pemberian Trichoderma spp. pada semua dosis (5, 10 dan 15 g/tanaman) menunjukkan rata-rata tinggi tanaman yang lebih tinggi yaitu masing-masing 51,10 cm; 53,68 cm dan  53,71 cm (4 mst) dan berbeda nyata dibandingkan tanpa pemberian (kontrol) dengan rata-rata tinggi tanaman lebih rendah yaitu 21,56 cm.

Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman tomat (cm) umur 2, 3 dan 4 mst

Umur

Trichoderma spp.

 (T)

Waktu Aplikasi (W)

Rata-rata

W0

W1

W2

2 mst

T0

T1

T2

T3

15,70

16,03

19,63

21,10

16,97

20,73

21,53

22,57

15,10

20,57

21,93

19,47

15,92 a

19,11 ab

21,03  b

21,18 b

Rata-rata

18,12

20,55

19,27

BNJ 5%

T = 4,19

3 mst

T0

T1

T2

T3

15,70

28,37

34,33

35,70

30,57

36,90

37,10

39,83

15,60

35,27

37,63

34,07

20,62 a

33,51 b

36,36 b

36,53 b

Rata-rata

26,79 a

36,10 b

31,39 ab

BNJ 5%

T = 10,33 & W = 8,10

4 mst

T0

T1

T2

T3

15,70

45,50

53,57

52,87

33,37

55,20

54,07

57,40

15,60

52,60

53,40

50,87

21,56 a

51,10 b

53,68 b

53,71 b

Rata-rata

37,98

50,01

43,03

BNJ 5%

T = 15,94

Keterangan :    Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada setiap umur yang sama, tidak berbeda nyata menurut uji BNJ 5 %.

Sedangkan pengaruh waktu aplikasi Trichoderma spp. pada umur 3 mst, diketahui perlakuan waktu aplikasi 1 minggu sebelum tanam (W1) menunjukkan waktu yang lebih baik dan berbeda nyata terhadap waktu aplikasi Trichoderma spp. pada saat tanam (W0), tetapi W1 tidak berbeda nyata terhadap waktu aplikasi 2 minggu sebelum tanam (W2).

Pemberian Trichoderma spp. mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat yang lebih baik dibandingkan dengan yang tidak diberi. Hal ini dapat terjadi karena selain mampu menekan pertumbuhan patogen F. oxysporum f.sp. lycopersici di rhizosfer perakaran tanaman tomat, Trichoderma spp. juga mampu membantu menguraikan bahan organik dari tanah gambut  yang masam menjadi hara yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhannya.

Untuk pertumbuhan tanaman khususnya fase vegetatif seperti pertumbuhan tinggi tanaman,  tersedianya unsur nitrogen (N) sangat dominan diperlukan.  Hal ini sesuai pernyataan Lingga dan Marsono (2001), bahwa unsur nitrogen (N) sangat penting untuk pertumbuhan vegetatif tanaman  karena dapat merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang, cabang dan daun.  Menurut Hindersah dan Simarmata (2004), ketersediaan unsur nitrogen adalah penting pada saat pertumbuhan tanaman, karena nitrogen berperan dalam seluruh proses biokimia di tanaman.

Bobot Segar Buah Tomat

Bobot segar buah tomat menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara perlakuan yang diberi dengan yang tidak diberi Trichoderma spp. Pemberian Trichoderma spp. pada semua dosis (5, 10 dan 15 g/tanaman) menunjukkan rata-rata bobot segar buah yang lebih baik yaitu masing-masing 0,494 kg; 0,568 kg dan  0,665 kg dan berbeda nyata dibandingkan tanpa pemberian Trichoderma spp. (kontrol) dengan rata-rata hanya yaitu 0,118 kg.

Tabel 3. Rata-rata bobot segar buah tanaman tomat (kg/tanaman) saat panen

Tricho-derma spp. (T)

Waktu Aplikasi (W)

Rata-rata

W0

W1

W2

T0

T1

T2

T3

0,000

0,400

0,530

0,536

0,254

0,526

0,581

0,783

0,102

0,555

0,592

0,676

0,118 a

0,494 b

0,568 b

0,665 b

Rata-rata

0,367 a

0,536 b

0,481 b

BNJ 5%

T = 0,128 &  W = 0,100

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata menurut uji BNJ 5 %.

Kesimpulannya bahwa perlakuan yang diberi Trichoderma spp mampu menghasilkan rata-rata hasil panen bobot segar buah tanaman tomat selama tiga kali panen pada perlakuan yang diberi Trichoderma spp jauh lebih tinggi yaitu  0,4 – 0,7 kg/tanaman apabila dibanding yang tidak diberi yaitu 0,1 – 0,2 kg/tanaman.

Hal ini dapat terjadi karena selain mampu menekan pertumbuhan patogen F. oxysporum f.sp. lycopersici di rhizosfer perakaran tanaman tomat, Trichoderma spp. juga mampu membantu menguraikan bahan organik dari tanah gambut  yang masam menjadi hara yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhannya.  Hakim dkk (1986), mengemukakan bahwa peranan umum dari jamur saprofit seperti  Penicillium, Mucor, Trichoderma dan Aspergillus adalah mendekomposisi bahan organik dan melakukan sintesa humus.  Dalam suasana masam jamur lebih berperan dalam dekomposisi bahan organik daripada bakteri dan actinomycetes yang tidak tahan masam.  Baker  et al. (1986), mengemukakan bahwa Trichoderma spp sebagai jamur saprofit mampu menguraikan sellulosa menjadi makanan, akan dapat membantu mempercepat perombakan bahan organik sehingga unsur hara lebih tersedia bagi tanaman. Lestari dan Indrayati (2000), menambahakan bahwa Trichoderma spp. menghasilkan enzim-enzim pengurai yang dapat menguraikan bahan organik, penguraian ini akan melepaskan hara yang terikat dalam senyawa komplek menjadi tersedia terutama unsur N, P, dan S.  Tersedianya hara-hara tersebut menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik.

Hasil bobot buah per tanaman dari penelitian ini memang masih sangat rendah apabila dibandingkan potensi hasil pada deksripsi tanaman tomat varietas Permata yang dapat mencapai 3 – 4 kg/tanaman. Rendahnya hasil bobot buah per tanaman dari penelitian ini diduga selain karena disebabkan pemanenan hasil hanya dilakukan tiga kali padahal tanaman yang tidak terserang masih berproduksi, juga diduga disebabkan produktivitas tanaman di tanah gambut memang masih rendah karena ketersediaan unsur hara seperti N,P dan K  rendah.  Radjagukguk (2000) mengemukakan bahwa tanah gambut mempunyai ketersediaan hara N, P, dan K yang rendah.

Trichoderma spp selain berperan sebagai pengendali bagi patogen F.oxysporum f.sp. lycopersici yang dapat mengurangi atau menggagalkan hasil panen tomat, tetapi juga dapat membantu tersedianya unsur hara, seperti unsur P pada tanah gambut yang sulit tersedia menjadi lebih tersedia karena Trichoderma spp berperan sebagai dekomposer tanah. Tersedianya unsur P ini dibutuhkan tanaman saat pertumbuhan dan sangat berpengaruh untuk meningkatkan hasil panen.  Rosmarkam dan Yuwono (2002), menyatakan bahwa fosfor (P) berperan untuk pembentukan sejumlah protein tertentu, berperan dalam fotosintesis dan respirasi sehingga sangat penting untuk pertumbuhan tanaman keseluruhan, selain itu berperan penting memperbaiki sistem perakaran tanaman.  Nyakpa, dkk (1988), menambahkan bahwa pengaruh fosfor (P) dapat meningkatkan hasil tanaman, perbaikan kualitas hasil dan mempercepat pematangan

Waktu aplikasi mempengaruhi bobot segar buah tomat. Waktu aplikasi Trichoderma sp pada umur 1  (W1) dan 2 minggu  (W2) sebelum tanam memberikan hasil terbaik bobot segar buah yaitu 0,536 kg dan 0,481 kg dibanding dengan aplikasi pada saat tanam (W0) yaitu 0,367 kg (Tabel 3).

Berdasarkan nilai rata-rata dari hasil pengamatan secara keseluruhan,  perlakuan W1 memiliki kecenderungan merupakan waktu yang tepat untuk aplikasi jamur antagonis Trichoderma spp.  Waktu 1 minggu atau 7 hari sebelum tanam tomat tampaknya sudah cukup memberikan waktu untuk pertumbuhan dan perkembangan Trichoderma spp yang pesat di tanah dan mampu berperan sebagai antagonis bagi patogen tanah dan juga berperan aktif mendekomposisi bahan organik yang ada pada tanah gambut menjadi hara tersedia yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan dan hasil. Sedangkan pemberian Trichoderma spp saat tanam tampaknya kurang memberikan waktu yang cukup bagi pertumbuhan dan perkembangan Trichoderma spp sehingga aktivitasnya  belum optimal dan proses dekomposisi bahan organik masih berjalan lambat.

KESIMPULAN

                      Berdasarkan hasil penelitian efektifitas pemberian dan waktu aplikasi jamur antagonis Trichoderma spp. sebagai pengendali penyakit layu Fusarium terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat dapat disimpulkan bahwa:

  1. Interaksi pemberian dosis dan waktu aplikasi Trichoderma spp tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan penyakit layu Fusarium pada tanaman tomat, demikian pula terhadap pertumbuhan dan hasil tomat.
  2. Pemberian Trichoderma spp. pada dosis 5, 10, dan 15 g/tanaman mempunyai kemampuan yang sama menekan intensitas serangan penyakit layu Fusarium, meningkatkan pertumbuhan tanaman dan bobot buah tomat umur 2-4 mst. Pemberian Trichoderma spp dapat menekan intensitas penyakit layu Fusarium hingga 0%.
  3. Waktu aplikasi Trichoderma spp 1 dan 2 minggu sebelum tanam menunjukkan pengaruh lebih baik terhadap tinggi tanaman dan bobot buah tomat dibanding aplikasi Trichoderma spp saat tanam.

DAFTAR PUSTAKA

Baker, K.F. , N.T. Flantje, C.M. Olsen, and H. M. Stretton.  1986.  Effect of antagonism on growth and survival of. R. Solani in Soil.  Phytopathology 57 : 591-597.

Elfina, Y., Mardinus, T. Habazar, dan A. Bachtiar.  2001.  Studi Kemampuan Isolat-isolat Jamur Trichoderma spp. yang Beredar di Sumatera Barat untuk Pengendalian Jamur Patogen Sclerotium rolfsii pada Bibit Cabai (Makalah Seminar) dalam Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah PFI, 22-24 Agustus 2001, Bogor.

Hakim, N., Y.M. Nyakpa, M.A. Lubis, G.S. Nugroho, A.M. Diha, B.G. Hong, and H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung.

Hindersah, R dan T. Simarmata.  2004.  Potensi Rizobakteri Azotobacter dalam Meningkatkan Kesehatan Tanahwww. unri. ac. id.  02 Februari 2011

Kurbaini, D., J. Prasetyo, dan T.N. Aeny. 2009.  Pengaruh Trichoderma viride dan Solarisasi Tanah Terhadap Populasi Fusarium oxysporum (Scleht.) f.sp. lycopersici (Sacc) Snyd Et Hans. Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Tomat.  www.pustaka_deptan.org. 21 Agustus 2010.

Lestari, Y. dan L. Indrayati. 2000. Pemanfaatan Trichoderma dalam Mempercepat Perombakan Bahan Organik pada Tanah Gambut Di dalam:  Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa.  Balittra Banjarbaru.

Lidia, M., S. Rasminah dan T. Hadiastono.  2005.  Pemanfaatan Jamur Trichoderma sp dan Gliocladium sp. Sebagai Agen Hayati terhadap Penyakit Layu Fusarium (F. oxysporum f.sp. capsici) pada Tanaman Cabe Merah.  Jurnal Habitat XVII (1):29-44.  Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.  Malang.

Lingga, P. dan Marsono.  2001.  Petunjuk Penggunaan Pupuk.  Penebar Swadaya.  Jakarta.

Nyakpa, M.Y.  A.M. Lubis, M.A. Pulung, A.G. Amrah, A. Munawar, G.B. Hong, dan N. Hakim.  1988.  Kesuburan Tanah.  Penerbit Universitas Lampung.  Lampung.

Radjagukguk, B.  2000.  Perubahan Sifat-sifat Fisik dan Kimia Tanah Gambut Akibat Reklamasi Lahan Gambut untuk Pertanian.  Dalam Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan.  Vol. 2. Yogyakarta.

Rosmarkam, A dan N.W. Yuwono.  2002.  Ilmu Kesuburan Tanah.  Kanisius.  Yogyakarta.

Sastrahidayat. I. R. 1992. Ilmu Penyakit Tanaman. Usaha Nasional. Surabaya.

Suastika, I.B.K.  2010.  Impelementasi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) untuk Mengendalikan Penyakit Layu Fusarium.  Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali.  http://bptp-bali@litbang.deptan.go.id. 2 April 2011.

Sukamto, S.  2003.  Pengendalian Secara Hayati Penyakit Busuk Buah Kakao dengan Jamur Antagonis Trichoderma harzianum.  Prosiding Kongres Nasional XVII dan Seminar Ilmiah PFI.  Bandung 6-8 Agustus 2003.

Soemarno.  1981.  Dasar-dasar Ilmu Pemupukan.  Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.  Malang.


Tinggalkan sebuah Komentar so far
Tinggalkan komentar



Tinggalkan komentar